A.
Persepsi Warna
Untuk
mengmati sesuatu, individu harus mempunyai perhatian pada obyek yang
diamatinya. Bila individu telah memperhatikan, selanjutnya individu menyadari
sesuatu yang diperhatikan itu, atau dengan kata lain individu mengamati apa
yang diterima dengan alat inderanya. Individu dapat melihat dengan matanya
tetapi mata bukanlah satu-satunya bagian hingga individu dapat mengamati apa
yang dilihatnya. Mata hanyalah meruakan salah satu alat atau bagian yang
menerima stimulus, dan stimulus ini dilangsungkan oleh saraf sensoris ke otak,
hingga akhirnya individu dapat menyaari apa yang dilihat
Ketika
siapapun melihat warna tertentu,syaraf-syaraf spesifik dalam area korteks
visual dalam otak kita diaktifkan.Syaraf-syaraf spesifik ini akan non-aktif
jika sebuah warna dari lawan spectrum warna paling akhir disajikan. Jadi,syaraf
manapun akan aktif ketika warna biru disajikan,akan tidak aktif ketika warna
yang benar-benar berlawanan dengannya,yaitu kuning, masuk kedalam area visual
tersebut.
Ketika
persepsi warna menjadi hal yang subyektif, ada beberapa efek warna yang
memiliki makna universal. Warna merah di daerah spektrum warna yang dikenal
sebagai hangat, termasuk warna merah, oranye, dan kuning. Warna ini
membangkitkan emosi mulai dari perasaan hangat dan nyaman sampai perasaan marah
dan permusuhan.
Warna
biru dikenal sebagai spektrum warna
dingin, termasuk warna biru, ungu, dan hijau. Warna ini sering digambarkan
sebagai ketenangan, tetapi juga dapat membangkitkan perasaan sedih atau
terabaikan.
Beberapa
kebudayaan kuno, termasuk orang-orang Mesir dan Cina, mempraktekan
chromotherapy, atau penggunaan warna untuk menyembuhkan. Chromotherapy
kadang-kadang disebut sebagai terapi cahaya atau colourology. Tekhnik
penyembuhan ini masih digunakan sampai saat ini sebagai pengobatan alternatif.
Dalam
perawatan ini, merah digunakan untuk merangsang tubuh dan pikiran serta
meningkatkan sirkulasi.Kuning untuk merangsang simpul-simpul syaraf untuk
meningkatkan sirkulasi tubuh.Orange digunakan untuk menyembuhkan paru-paru dan
untuk meningkatkan tingkat energi. Biru diyakini untuk meringankan penyakit dan
mengurangi rasa sakit. Warna Indigo digunakan untuk mengatasi masalah kulit.
B.
Persepsi Bunyi
Telinga
merupakan salah satu alat untuk dapat mengetahui sesuatu yan ada di sekitarnya.
Telinga dapat dibagi tas beberapa baian yang masing-masing mempunyai fungi atau
tugas sendiri-sendiri, yaitu:
1.
Telinga
bagian luar, yaitu merupakn bagian yang menerima stimulus dari luar
2.
Telinga
bagian tengah, yaitu meruakan bagian yang menerukan stimulus yang diterima oleh
telinga bagian luar, jadi bagian ini merupakan “transformer”
3.
Telinga
bagian dalam, yaitu merukan reseptor yang ensitif yang merupakan saraf-saraf
penerima.
Ketika
seseorang berbicara atau bernyayi, indra pendengaran kita mampu membedakan
cirri bunyi yang satu dengan yang lainnya. Indra pendengaran mampu menangkap
dan memahami rangkaian bunyi vocal dan konsonan yang membentuk sebuah tuturan,
cepat lambat tuturan dan nada tuturan yang dihasilkan seorang penutur.
Persepsi
terhadap bunyi yang dihasilkan oleh alat bicara dikelompokkan menjadi dua,
yakni:
1. Persepsi terhadap bunyi yang berupa
satuan structural yaitu vocal dan konsonan
2. Persepsi terhadap bunyi yang berupa
cepat lambat, kelantangan, tekanan dan nada
C.
Persepsi Gerak
Yakni
cara seserang dalam mengartikan sesuatu dengan cara melihat benda2 yang
bergerak. Persepsi gerak terbagi dalam 2 macam yaitu gerak tampak dan gerak
nyata. Gerak tampak terjadi seperti tayangan film. Sedangkan pada gerak nyata
adalah sesuatu yang benar2 terjadi.
D.
Persepsi Kedalaman
Anderson
(1995) menyatakan bahwa persepsi kedalaman adalah persepsi yang muncul
berdasarkan informasi mengenai kedalaman atas suatu objek. Sebelum sistem
visual bekerja untuk mengidentifikasi kedalaman lingkungannya, terdapat banyak
proses informasi yang dimunculkan sebelum sistem visual tersebut mampu
melakukan persepsi. Masalah utama dalam persepsi kedalaman ini banyak
dikarenakan pemrosesan informasi yang
dipersiapkan terletak pada retina yang melakukan pemrosesan objek dua dimensi,
kemudian harus membangun sistem pemrosesan tiga dimensional.
Menurut
Passer dan Smith (2004), kemampuan untuk beradaptasi dengan dunia spasial
mengharuskan kita membedakan dengan baik, termasuk jarak dan pergerakan suatu
objek dalam lingkungan. Manusia memiliki kemampuan ketelitian yang luar biasa
dalam membuat beberapa judgment. Salah satu aspek yang menarik dari persepsi
visual adalah kemampuan kita untuk persepsi kedalaman. Retina menerima
informasi hanya dalam dua dimensi; panjang dan lebar. Namun, otak mentranslasi
isyarat-isyarat tersebut menjadi persepsi tiga dimensi. Persepsi tiga dimensi
ini menggunakan monocular depth cues, yang menggunakan hanya satu mata; dan
binocular depth cues, yang menggunakan kedua mata.
Selanjutnya
diungkapkan oleh Abidin (2010), ada beberapa patokan yang digunakan manusia
dalam mempersepsi kedalaman, di antaranya: 1) persepsi atmosferik: semakin jauh
objek, semakin kabur; 2) persepsi linier: semakin jauh, maka garis-garis akan
makin menyatu menjadi satu titik (konvergensi); 3) kualitas permukaan (texture
gradient): berkurangnya ketajaman kualitas tekstur karena jarak yang semakin
jauh; 4) sinar dan bayangan: bagian permukaan yang lebih jauh dari sumber
cahaya akan lebih gelap dibanding yang lebih dekat; dan 5) posisi relatif:
objek yang jauh akan ditutupi atau kualitasnya menurun karena bayangan
objek-objek yang lebih dekat.
Sejalan
dengan hal tersebut, Burge, et. al (2005), dalam percobaan disparitas
metriknya, mengungkapkan bahwa telah kita ketahui sebelumnya, daerah yang lebih
terlingkupi, lebih kecil, lebih terorientasi secara vertikal, lebih tinggi
dalam kontras, lebih simetris, terbatasi oleh lebih banyak garis luar yang
paralel, lebih sedikit dalam display, lebih cembung, dan lebih familiar,
kemungkinan besar akan dilihat sebagai yang lebih dekat, daerah figural.
E.
Ilusi
Ilusi adalah
suatu persepsi panca indera yang disebabkan adanya rangsangan panca indera yang
ditafsirkan secara salah. Dengan kata lain, ilusi adalah interpretasi yang
salah dari suatu rangsangan pada panca indera. Sebagai contoh, seorang penderita
dengan perasaan yang bersalah, dapat meng-interpretasikan suara gemerisik
daun-daun sebagai suara yang mendekatinya. Ilusi sering terjadi pada saat
terjadinya ketakutan yang luar biasa pada penderita atau karena intoksikasi,
baik yang disebabkan oleh racun, infeksi, maupun pemakaian narkotika dan zat
adiktif.
Ilusi terjadi
dalam bermacam-macam bentuk, yaitu ilusi visual (penglihatan), akustik
(pendengaran), olfaktorik (pembauan), gustatorik (pengecapan), dan ilusi taktil
(perabaan).
F.
Halusinasi
Halusinasi
adalah persepsi panca indera yang terjadi tanpa adanya rangsangan pada
reseptor-reseptor panca indera. Dengan kata lain, halusinasi adalah persepsi
tanpa obyek. Halusinasi merupakan suatu gejala penyakit kejiwaan yang gawat
(serius). Individu mendengar suara tanpa adanya rangsangan akustik. Individu
melihat sesuatu tanpa adanya rangsangan visual, membau sesuatu tanpa adanya
rangsangan dari indera penciuman.
Halusinasi
sering dijumpai pada penderita Schizophrenia dan pencandu narkoba. Halusinasi
juga dapat terjadi pada orang normal, yaitu halusinasi yang terjadi pada saat
pergantian antara waktu tidur dan waktu bangun. Hal ini disebut halusinasi
hypnagogik.
Bermacam-macan
bentuk halusinasi yakni:
1. Halusinasi akustik (pendengaran)
Halusinasi ini sering berbentuk :
· Akoasma, yaitu suara-suara yang kacau
balau yang tidak dapat dibedakan secara tegas
· Phonema, yaitu suara-suara yang
berbentuk suara jelas seperti yang berasal dari manusia, sehingga penderita
mendengar kata-kata atau kalimat kalimat tertentu
2. Halusinasi visual (penglihatan)
Penderita melihat sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Halusinasi visual sering menimbulkan ketakutan yang hebat
pada penderita.
3. Halusinasi olfaktorik (pembauan)
Penderita membau sesuatu yang
tidak dia sukai. Halusinasi ini merupakan gambaran dari perasaan bersalah
penderita.
- Halusinasi
taktil (perabaan)
Halusinasi ini sering dijumpai
pada pencandu narkotika dan obat terlarang.
5. Halusinasi haptik
Halusinasi ini merupakan suatu
persepsi, di mana seolah-olah tubuh penderita bersentuhan secara fisik dengan
manusia lain atau benda lain. Seringkali halusinasi haptik ini bercorak
seksual, dan sangat sering dijumpai pada pencandu narkoba.
- Halusinasi
kinestetik
Penderita merasa bahwa anggota
tubuhnya terlepas dari tubuhnya, mengalami perubahan bentuk, dan bergerak
sendiri. Hal ini sering terjadi pada penderita Schizophrenia dan pencandu
narkoba.
- Halusinasi
autoskopi
Penderita seolah-olah melihat
dirinya sendiri berdiri di hadapannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar