• ayo belajar bersama, sharing bersama, dan berbagi bersama tentang psikologi

Kamis, 20 Desember 2012

Kesiapan Menikah pada Wanita Dewasa Awal yang Bekerja


Adanya ketakutan menghadapi krisis pernikahan dan berujung perceraian merupakan hal/kondisi yang membuat wanita bekerja ragu tentang kesiapan menikah mereka. Ditambah lagi maraknya perceraian yang dipublikasikan di media massa saat ini sehingga dianggap menjadi menjadi fenomena biasa. Salah satu penyebab wanita yang bekerja memutuskan untuk menunda pernikahan adalah keraguan dapat berbagi secara mental dan emosional dengan pasangannya. Ketidaksiapan menikah yang dimiliki wanita bekerja termanifestasi dengan adanya ketakutan menghadapi krisis perkawinan serta ragu tentang kemampuan mereka berbagi secara emosional dengan pasangannya kelak. Selain kesiapan psikis juga ketidaksiapan fisik. Individu yang merasa memiliki kondisi kesehatan yang tidak prima (sakit) cenderung ragu melangkah menuju jenjang pernikahan.
Untuk mengetahui apakah seseorang siap menikah atau tidak, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan:
·         Memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri.
·         Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak.
·         Bersedia dan mampu menjadi pasangan menjadi pasangan dalam hubungan seksual.
·         Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim.
·         Memiliki kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain.
·         Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain.
·         Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan.
·         Bersedia berbagi rencana dengan orang lain.
·         Bersedia menerima keterbatasan orang lain.
·         Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi.
·         Bersedia menjadi suami isteri yang bertanggung jawab.
Individu yang memiliki kematangan emosi akan memiliki kesiapan menikah yang lebih baik, artinya mereka mampu mengatasi perubahan-perubahan dan beradaptasi setelah memasuki pernikahan.
Setelah melewati masa remaja, golongan dewasa muda semakin memiliki kematangan fisiologis (seksual) sehingga mereka siap melakukan tugas reproduksi, yaitu mampu melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya, asalkan memenuhi persyaratan yang sah (perkawinan resmi).
Membina Kehidupan Rumah Tangga
Papalia, Olds, dan Feldman (1998; 2001) menyatakan bahwa golongan dewasa muda berkisar antara 21-40 tahun. Masa ini dianggap sebagai rentang yang cukup panjang, yaitu dua puluh tahun. Terlepas dari panjang atau pendek rentang waktu tersebut, golongan dewasa muda yang berusia di atas 25 tahun, umum-nya telah menyelesaikan pendidikannya minimal setingkat SLTA (SMU-Sekolah Menengah Umum), akademi atau universitas. Selain itu, sebagian besar dari mereka yang telah me­nyelesaikan pendidikan, umumnya telah memasuki dunia pekerjaan guna meraih karier tertinggi. Dari sini, mereka mempersiapkan dan membukukan diri bahwa mereka sudah mandiri secara ekonomis, artinya sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang mandiri ini merupakan langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Namun, lebih dari itu, mereka juga harus dapat membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah tangga dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Mereka harus dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-masing. Mereka juga harus dapat melahirkan, membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak dalam keluarga. Selain itu, tetap menjalin hubungan baik dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar