BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Dalam percakapan sehari-hari, istilah psikologi abnormal sering ditemukan namun pengertiannya terutama secara tekhnik tidak selalu menunjukkan maksud dan tujuan yang sama atau seragam. Hal ini bias menimbulkan masalah ketika kita menggunakannya untuk keperluan yang lebih spesifik dari pada sekedar wacana saja. Istilah psikologi abnormal atau sering disebut juga perilaku abnormal atau abnormal behavior adalah perilaku maladaptive kemudian ada juga menyebutnya mental disorder.
Istilah yang paling lazim kita temukan adalah perilaku abnormal dan psikopatologi sebagaimana ditulis dalam kurikulum pendidikan psikologi saat ini.Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejalafisik (sebagai contohnya :nyeri, mual, dan pusing) dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis.
Pada setiap gangguan tersebut, tubuh mengekspresikan konflik psikologis dan stress dengan cara yang tidak biasa dan terkadang aneh. Kondisi ini memiliki penting dalam sejarah psikologi abnormal karena telah memberikan peringatan kepada komunitas medis pada tahun 1800-an bahwa factor psikologis dapat memberikan peran terhadap munculnya simtom yang tidak dapat dijelaskan.
Gangguan somatoform dan disosiatif, berkaitan dengan gangguan kecemasan. Pada gangguan somatoform, individu mengeluhkan gejala-gejala gangguan fisik, yang terkadang berlebihan, tapi pada dasarnya tidak terdapat gangguan fisiologis. Pada gangguan disosiatif, individu mengalami gangguan kesadaran, ingatan, dan identitas. Munculnya kedua gangguan ini biasanya berkaitan dengan beberapa pengalaman yang tidak menyenangkan, dan terkadang gangguan ini muncul secara bersamaan.
B. RumusanMasalah
1. Apa pengertian tentang gangguan somatoform ?
2. Apa pengertian tentang gangguan disosiatif ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang gangguan somatoform
2. Untuk mengetahui tentang gangguan disosiatif
BAB II
KAJIAN TEORI
A. PandanganTeoritis Somatoform
Teori yang membahas somatoform adalah teori psikodinamika, teori belajar dan teori kognitif.
a) Teori Psikodinamika
Menurut teori psikodinamika simtom histerikal memiliki fungsi memberikan orang tersebut keuntungan primer dan keuntungan sekunder. Keuntungan primer yang didapat adalah memungkinkan individu untuk mempertahankan konflik internal direpresi. Orang tersebut sadarakan simtom fisik yang muncul namun bukan konflik yang diwakilinya. Dalam kasus-kasus seperti “simtom” merupakan symbol dari dan memberikan orang tersebut pemecahan sebagian untuk konflik yang mendasarinya. Misalnya, kelumpuhan histerikal dari sebuah lengan dapat menyimbolkan dan juga mencegah individu untuk mengekspresikan impuls seksual (contoh :masturbasi) atau agresif (membunuh) yang tidak dapat diterima dan telah direpresi
Keuntungan sekunder dapat memungkinkan individu untuk menghindari tanggungjawab yang membebani dan untuk mendapatkan dukungan dan bukan celaan dari orang-orang disekitar mereka. Misalnya, tentara terkadang mengalami kelumpuhan yang tiba-tiba pada tangan mereka, yang mencegah mereka untuk menembakkan senapannya dalam pertempuran. Mereka kemudian dapat dikirimkan kerumah sakit dan bukan mengahadapi tembakan musuh.
b) TeoriBelajar
Dalam pandangan teori belajar, simtom dari gangguan konversi dan gangguan somatoform lain juga membawa keuntungan atau hal-hal yang me-reinforcing, pada peran sakit. Orang dengan gangguan konversi dapat terbebaskan dari tugas atau tanggungjawab seperti pergi kerja atau melakukan tugas rumah tangga.Menjadi sakit juga biasanya menimbulkan simpati dukungan.
Sejumlah teoritikus belajar menghubungkan hipokondriasis dan gangguan dismorfik tubuh dengan gangguan obeik kompulsif. Pada hipokondriasis orang terganggu oleh pikiran-pikiran obesif menjadi sering berkonsultasi dari satu dokter ke dokter yang lain yang dapat menghilangkan kecemasan mereka secara temporer. Namun bila pikiran-pikiran yang mengganggu muncul kembali, mereka akan terdorong untuk melakukan konsultasi berulang lagi. Seperti itu juga orang-orang dengan gangguan dismorfik tubuh, berdan dan terus menerus untuk memperbaiki kekurangan fisik yang dapat memberikan kebebasan secara parsial dari kecemasan. Namun perbaikan yang dilakukannya tidak pernah cukup menghilangkan kekhawatiran yang mendasarinya sepenuhnya.
c) Teori Kognitif
Teori kognitif telah berspekulasi bahwa beberapa kasus hipokondriasis dapat mewakili sebuah tipe dari strategi self-handicaping, suatucaramenyalahkankinerja yang rendahpadakesehatan yang bururk. Pada kasus-kasus lain, mengalihkan perhatian pada keluhan fisik dapat menjadi suatu cara untuk menghindari berfikir tentang masalah kehidupan yang lain. Penjelasan kognitif yang lain berfokus pada peran dari pikiran yang terdistori. Orang dengan hipokondriasis cenderung membesar-besarkan signifikansi dari keluhan fisik yang minor.Simtomringan yang muncul dinterpretasikan sebagai tanda dari sakit yang serius.
Teori kognitif berspekulasi bahwa hipokondriasis dan gangguan panic mempunyai penyebab yang sama yaitu mengartikan perubahan kecil dalam sensasi tubuh sebagai tanda dari bencana yang terjadi. Perbedaan antara kedua gangguan itu terletak pada apakah interpretasi yang salah dari tanda-tanda tubuh membawa sebuah persepsi tentang ancaman yang akan segera terwujud dan lalu menyebabkan terjadinya kecemasan yang berputarcepat (gangguan panic) ataukah tentang ancaman dengan kisaran yang lebihpanjang dalam bentuk proses penyakit yang mendasarinya (hipokondriasis).
B. Pandangan Teoritis Dissosiatif
a)Pandangan Psikodinamika
Menurut teoritikus psikodinamika, gangguan sisosiatif disebabkan karena tindakan represi besar-besaran, yang menyebabkan terpisahnya implus yang tidak dapat diterima dan ingatan yang menyakitkan dari kesadaran seseorang. Gangguan disosiatif ini melibatkan penggunaan mekanisme pertahananrepresi yang tergolong patologik. Pertahanan ini juga berfungsi menunda penyelesaian masalah dan menempatkan trauma pada pandangan di sisa hidup mereka.
Amnesia disosiatif dapat menjadi suatu fungsi adaptif dengan cara memutus atau mendisosiasi alam sadar seseorang dari kesadAran akan pengalaman yang traumatis atau sumber-sumber lain dari nyeri maupun konflik psikologis (Dorahy, 2001).
Fugue disosisatif timbul sebagai bentuk mekanisme pertahanan terhadap trauma psikologik. Mekanisme defensi merupakan cara penanggulangan masalah yang digunakan ego untuk menyingkirkan kecemasan yang terjadi. Secara umum, hal yang akan dilakukan individu bila menghadapi masalah antara lain mengadakan perubahan terhadap situasi yang dihadapi, menghindar dan menjauhkan diri dari situasi yang dihadapi, dan berusaha belajar untuk hidup dengan ketidaknyamanan dan ketidakpuasan.
Dalam amnesia dan fugue disosiatif, ego melindungi dirinya sendiri dari kecemasan dengan mengeluarkan ingatan yang mengganggu atau dengan mendisosiasi impuls menakutkan yang bersifat seksual dan agresif. Sebagian besar pada keadaan disosiatif, gambaran kontradiksi mengenai diri yang bertentangan satu sama lain, tersimpan di dalam kompartemen jiwa yang terpisah. Pada kepribadian ganda, orang mungkin mengekspresikan implus-implus yang tidak dapat diterima ini melalui pengembangan kepribadian pengganti. Pada depersonalisasi, orang berada di luar dirinya sendiri agar aman, dengan cara menjauh dari pertarungan emosional di dalam dirinya.
b) Pandangan Kognitif dan Belajar
Teoritikus belajar dan kognitif memandang disosiasi sebagai suatu respons yang dipelajari, meliputi proses tidak berpikir tentang tindakan atau pikiran yang menggangu dalam rangka menghindari rasa bersalah dan malu yang di timbulkan pleh pengalaman. Kebiasaan tidak berpikir tentang masalah– masalah tersebut secara negative dikuatkan dengan adanya perasaan terbebas dari kecemasan atau dengan memindahkan perasaan bersalah atau malu.
Sejumlah teoritikus social kognitif, seperti Nicholas Spanos, percaya bahwa gangguan identitas disosiatif adalah suatu bentuk bermain peran yang dikuasai melalui observasi, yang melibatkan proses pembelajaran dan reinforcement. Ini tidak sama dengan berpura-pura atau malingering, orang dapat secara jujur mengorganisasikan pola perilaku mereka menurut peran tertentu yang telah, mereka amati. Mereka juga dapat menjadi sangat mendalami pern=mainan peran mereka hingga ‘lupa’ bahwa mereka sedang memainkan sebuah peran.
c)Disfungsi Otak
Penelitian mengenai perilaku disosiatif yang dihubungkan dengan disfungsi otak masih berada dalam tahap-tahap awal, namun bukti terakhir menunjukkan perbedaan dalam aktivitas metabolism otak antara orang dengan gangguan depersonalisasi dan subyek yang sehat (Simeon dkk,2000). Penemuan ini, yang mendekatkan pada kemungkinan adanya disfungsi di bagian otak yang terlibat dalam persepsi tubuh, dapat membantu menjelaskan perasaan terpisah dari tubuh yang diasosiasikan dengan depersonalisasi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gangguan Somatofrom
Kata somatoform ini di ambil dari bahasa Yunani soma, yang berarti “tubuh”. Dalam gangguan somatoform, orang memiliki simtom fisik yang mengingatkan pada gangguan fisik, namun tidak ada abnormalitas organik yang dapat ditemukan penyebabnya. Gangguan somatoform berbeda dengan malingering, atau kepura-puraan simtom yang bertujuan untuk mendapatkan hasil yang jelas. Gangguan ini juga berbeda dengan gangguan factitious yaitu suatu gangguan yang ditandai oleh pemalsuan simtom psikologis atau fisik yang disengaja tanpa keuntungan yang jelas. Selain itu gangguan ini juga berbeda pula dengan sindrom Muchausen yaitu suatu tipe gangguan factitious yang ditandai oleh kepura-puraan mengenai simtom medis.
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis. Gejala dan keluhan somatik adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang disadari atau gangguan buatan.
B. Gejala
1. Pain Disorder
Pada pain disorder, penderita mengalami rasa sakit yang mengakibatkan ketidakmampuan secara signifikan;faktor psikologis diduga memainkan peranan penting pada kemunculan, bertahannya dan tingkat sakit yang dirasakan. Pasien kemungkinan tidak mampu untuk bekerja dan menjadi tergantung dengan obat pereda rasa sakit. Rasa nyeri yang timbul dapat berhubungan dengan konflik atau stress atau dapat pula terjadi agar individu dapat terhindar dari kegiatan yang tidak menyenangkan dan untuk mendapatkan perhatian dan simpati yang sebelumnya tidak didapat.
Diagnosis akurat mengenai pain disorder terbilang sulit karena pengalaman subjektif dari rasa nyeri selalu merupakan fenomena yang dipengaruhi secara psikologis, dimana rasa nyeri itu sendiri bukanlah pengalaman sensoris yang sederhana, seperti penglihatan dan pendengaran. Untuk itu, memutuskan apakah rasa nyeri yang dirasakan merupakan gangguan nyeri yang tergolong gangguan somatoform, amatlah sulit. Akan tetapi dalam beberapa kasus dapat dibedakan dengan jelas bagaimana rasa nyeri yang dialami oleh individu dengan gangguan somatoform dengan rasa nyeri dari individu yang mengalami nyeri akibat masalah fisik. Individu yang merasakan nyeri akibat gangguan fisik, menunjukkan lokasi rasa nyeri yang dialaminya dengan lebih spesifik, lebih detail dalam memberikan gambaran sensoris dari rasa nyeri yang dialaminya, dan menjelaskan situasi dimana rasa nyeri yang dirasakan menjadi lebih sakit atau lebih berkurang (Adler et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
2. Body Dysmorphic Disorder
Pada body dysmorphic disorder, individu diliputi dengan bayangan mengenai kekurangan dalam penampilan fisik mereka, biasanya di bagian wajah, misalnya kerutan di wajah, rambut pada wajah yang berlebihan, atau bentuk dan ukuran hidung. Wanita cenderung pula fokus pada bagian kulit, pinggang, dada, dan kaki, sedangkan pria lebih cenderung memiliki kepercayaan bahwa mereka bertubuh pendek, ukuran penisnya terlalu kecil atau mereka memiliki terlalu banyak rambut di tubuhnya (Perugi dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Beberapa individu yang mengalami gangguan ini secara kompulsif akan menghabiskan berjam-jam setiap harinya untuk memperhatikan kekurangannya dengan berkaca di cermin. Ada pula yang menghindari cermin agar tidak diingatkan mengenai kekurangan mereka, atau mengkamuflasekan kekurangan mereka dengan, misalnya, mengenakan baju yang sangat longgar (Albertini & Philips daam Davidson, Neale, Kring, 2004).
Beberapa bahkan mengurung diri di rumah untuk menghindari orang lain melihat kekurangan yang dibayangkannya. Hal ini sangat mengganggu dan terkadang dapat mengerah pada bunuh diri; seringnya konsultasi pada dokter bedah plastik dan beberapa individu yang mengalami hal ini bahkan melakukan operasi sendiri pada tubuhnya. Sayangnya, operasi plastik berperan kecil dalam menghilangkan kekhawatiran mereka (Veale dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Body dysmorphic disorder muncul kebanyakan pada wanita, biasanya dimulai pada akhir masa remaja, dan biasanya berkaitan dengan depresi, fobia social, gangguan kepribadian (Phillips&McElroy, 2000; Veale et al.,1996 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Faktor social dan budaya memainkan peranan penting pada bagaimana seseorang merasa apakah ia menarik atau tidak, seperti pada gangguan pola makan.
3. Hypochondriasis
Hypochondriasis adalah gangguan somatoform dimana individu diliputi dengan ketakutan memiliki penyakit yang serius dimana hal ini berlangsung berulang-ulang meskipun dari kepastian medis menyatakan sebaliknya, bahwa ia baik-baik saja. Gangguan ini biasanya dimulai pada awal masa remaja dan cenderung terus berlanjut. Individu yang mengalami hal ini biasanya merupakan konsumen yang seringkali menggunakan pelayanan kesehatan; bahkan terkadang mereka manganggap dokter mereka tidak kompeten dan tidak perhatian (Pershing et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Dalam teori disebutkan bahwa mereka bersikap berlebihan pada sensasi fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur, berkeringat, batuk yang kadang terjadi, rasa sakit, sakit perut, sebagai bukti dari kepercayan mereka. Hypochondriasis seringkali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan mood.
4. Conversion disorder
Pada conversion disorder, gejala sensorik dan motorik, seperti hilangnya penglihatan atau kelumpuhan secara tiba-tiba, menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan rusaknya sistem saraf, padahal organ tubuh dan sistem saraf individu tersebut baik-baik saja. Aspek psikologis dari gejala conversion ini ditunjukkan dengan fakta bahwa biasanya gangguan ini muncul secara tiba-tiba dalam situasi yang tidak menyenangkan. Biasanya hal ini memungkinkan individu untuk menghindari beberapa aktivitas atau tanggung jawab atau individu sangat ingin mendapatkan perhatian. Istilah conversion, pada dasarnya berasal dari Freud, dimana disebutkan bahwa energi dari instink yang di repress dialihkan pada aspek sensori-motor dan mengganggu fungsi normal. Untuk itu, kecemasan dan konflik psikologis diyakini dialihkan pada gejala fisik.
Gejala conversion biasanya berkembang pada masa remaja atau awal masa dewasa, dimana biasanya muncul setelah adanya kejadian yang tidak menyenangkan dalam hidup. Prevalensi dari conversion disorder kurang dari 1 %, dan biasanya banyak dialami oleh wanita (Faravelli et al.,1997;Singh&Lee, 1997 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Conversion disorder biasanya berkaitan dengan diagnosis Axis I lainnya seperti depresi dan penyalahgunaan zat-zat terlarang, dan dengan gangguan kepribadian, yaitu borderline dan histrionic personality disorder (Binzer, Anderson&Kullgren, 1996;Rechlin, Loew&Jorashky, 1997 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
5. Somatization Disorder
Menurut DSM-IV-TR kriteria dari somatization disorder adalah memiliki sejarah dari banyak keluhan fisik selama bertahun-tahun; memiliki 4 gejala nyeri, 2 gejala gastrointestinal, 1 gejala sexual, dan 1 gejala pseudoneurological; gejala-gejala yang timbul tidak disebabkan oleh kondisi medis atau berlebihan dalam memberikan kondisi medis yang dialami.
Prevalensi dari somatiation disorder diperkirakan kurang dari 0.5% dari populasi Amerika, biasanya lebih sering muncul pada wanita, khususnya wanita African American dan Hispanic (Escobar et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004) dan pada pasien yang sedang menjalani pengibatan medis. Prevalensi ini lebih tinggi pada beberapa negara di Amerika Selatan dan di Puerto Rico (Tomassson, Kent&Coryell dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Somatizaton disorder biasanya dimulai pada awal masa dewasa (Cloninger et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
Prevalensi dari somatiation disorder diperkirakan kurang dari 0.5% dari populasi Amerika, biasanya lebih sering muncul pada wanita, khususnya wanita African American dan Hispanic (Escobar et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004) dan pada pasien yang sedang menjalani pengibatan medis. Prevalensi ini lebih tinggi pada beberapa negara di Amerika Selatan dan di Puerto Rico (Tomassson, Kent&Coryell dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Somatizaton disorder biasanya dimulai pada awal masa dewasa (Cloninger et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
6. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Somatoform yang Tidak Digolongkan
Kriterianya:
Satu atau lebih keluhan fisik (misalnya kelelahan, hilangnya nafsu makan, keluhan gastrointestinal atau saluran kemih)
a) Salah satu (1)atau (2)
- Setelah pemeriksaan yang tepat, gejala tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum yang diketahui atau oleh efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera, medikasi, obat, atau alkohol)
- Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratonium.
b) Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
c) Durasi gangguan sekurangnya enam bulan.
d) Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform, disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
e) Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)
7. Sindrom Koro dan Sindrom Dhat
Sindrom koro itu adalah gangguan somatoform yang terkait budaya, ditemukan terutama di Cina, dimana orang takut bahwa alat genital mereka akan mengerut. Sindrom koro cenderung hanya muncul sebentar dan melibatkan episode kecemasan takur bahwa alat genitalnya akan mengerut. Tanda-tanda fisiologis kecemasan yang medekati proposi panic umu terjadi, mencakup keringat yang berlebihan , tidak dapat bernafas, dan jantung berdebar-debar.
Sindrom dhat adalah gangguan somatoform yang terkait budaya, ditemukan terutama di antara pria Asia India, yang ditandai oleh ketakutan yang berlebih akan kehilangan air mani. Pria dengan sindrom ini juga percaya bahwa air mani bercampur dengan urine dan dikeluarkan saat buang air kecil. Ada keyakinan yang tertersebar luas dalam budaya India yaitu bahwa hilangnya air mani merupakan sesuatu yang berbahaya karena mengurangi energi mental dan fisik tubuh.
8.TERAPI
Case report dan spekulasi klinis saat ini menjadi sumber informasi penting dalam membantu orang-orang yang mengalami gangguan ini. Pada analisa kasus, bukanlah ide yang baik untuk meyakinkan mereka yang mengalami gangguan ini bahwa gejala conversion yang mereka alami berhubungan dengan faktor psikologis. Pengetahuan klinis lebih menyajikan pendekatan yang lembut dan suportif dengan memberikan reward bagi kemajuan dalam proses pengobatan meeka (Simon dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Para terapis behaviorist lebih menyarankan pada mereka yang mengalami gangguan somatoform, beragam teknik yang dimaksudkan agar mereka menghilangkan gejala-gejala dari gangguan tersebut.
a). Terapi untuk Somatization Disorder
Para ahli kognitif dan behavioral meyakini bahwa tingginya tingkat kecemasan yang diasosiasikan dengan somatization disorder dipicu oleh situasi khusus. Akan tetapi semakin banyak pengobatan yang dibutuhkan, bagi orang yang “sakit” sekian lama maka akan tumbuh kebiasaan akan ketergantungan untuk menghindari tantangan hidup sehari-hari daripada menghadapi tantangan tersebut sebagai orang dewasa. Dalam pendekatan yang lebih umum mengenai somatization disorder, dokter hendaknya tidak meremehkan validitas dari keluhan fisik, tetapi perlu diminimalisir penggunaan tes-tes diagnosis dan obat-obatan, mempertahankan hubungan dengan mereka terlepas dari apakah mereka mengeluh tentang penyakitnya atau tidak (Monson&Smith dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
b) Terapi untuk Hypochondriasis
Secara umum, pendekatan cognitive-behavioral terbukti efektif dalam mengurangi hypochondriasis (e.g. Bach, 2000; Feranandez, Rodriguez&Fernandez, 2001, dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Penelitian menujukkan bahwa penderita hypochondriasis memperlihatkan bias kognitif dalam melihat ancaman ketika berkaitan dengan isu kesehatan (Smeets et al., dalam Davidson, Neale, Kring, 2004). Cognitive-behavioral therapy dapat bertujuan untuk mengubah pemikiran pesimistis. Selain itu, pengobatan juga hendaknya dikaitkan dengan strategi yang mengalihkan penderita gangguan ini dari gejala-gejala tubuh dan meyakinkan mereka untuk mencari kepastian medis bahwa mereka tidak sakit (e.g. Salkovskis&Warwick, 1986;Visser&Bouman, 1992;Warwick&Salkovskis, 2001 dalam Davidson, Neale, Kring, 2004).
c). Terapi untuk Pain Disorder
Pengobatan yang efektif cenderung memiliki hal-hal berikut:
- Memvalidasikan bahwa rasa nyeri itu adalah nyata dan bukan hanya ada dalam pikiran penderita.
- Relaxation training
- Memberi reward kepada mereka yang berperilaku tidak seperti orang yang mengalami rasa nyeri
Secara umum disarankan untuk mengubah fokus perhatian dari apa yang tidak dapat dilakukan oleh penderita akibat rasa nyeri yang dialaminya, tetapi mengajari penderita bagaimana caranya menghadapi stress, mendorong untuk mengerjakan aktivitas yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri, terlepas dari keterbatasan fisik atau ketidaknyamanan yang penderita rasakan.
d). Penanganan Gangguan Somatoform secara umum
Pendekatan behavioral untuk menangani gangguan konversi dan somtoform lainnya menekankan pada menghilangkan sumber dari reinforcement sekunder (keuntungan sekunder) yang dapat dihubungkan dalam keluhan-keluhan fisik. Terapis behavioral dapat bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif.
Teknik kognitif-behavioral paling sering pemaparan terhadap pencegahan respond an restrukturisasi kognitif. Secara sengaja memunculkankerusakan yang dipersepsikan di depan umum, dan bukan menutupinya melalui penggunaan rias wajah dan pakaian. Dalam restrukturisasi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas. Penggunaan antidepresan, terutama fluoxetine(Prozac) dalam menangani beberapa tipe gangguan somatoform.
B. PENGERTIAN GANGGUAN DISOSIATIF
Disosiasi psikologis adalah perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi memori dan identitas. Para individu yang menderita gangguan disosiatif tidak mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk identitas baru.
Gejala utama gangguan ini adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh dari integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) antara lain:
ingatan masa lalu kesadaran identitas dan penginderaan (awareness of identity and immediate sensations) kontrol terhadap gerakan tubuh
Gejala utama gangguan ini adalah adanya kehilangan (sebagian atau seluruh dari integrasi normal (dibawah kendali kesadaran) antara lain:
ingatan masa lalu kesadaran identitas dan penginderaan (awareness of identity and immediate sensations) kontrol terhadap gerakan tubuh
Gangguan Disosiatif (dissociative disorder) mencakup gangguan identitas disosiatif, amnesia disosiatif, fugue disosiatif, dan gangguan depersonalisasi. Dalam setiap kasus terdapat suatu gangguan atau disosiasi (perpecahan) pada fungsi-fungsi identitas, ingatan, atau kesadaran yang dalam keadaan normal membuat diri kita menjadi satu kesatuan.
PENGERTIAN DAN GEJALA
A. Amnesia Disosiatif
Amnesia disosiatif adalah hilangnya memori setelah kejadian yang penuh stres. Seseorang yang menderita gangguan ini tidak mampu mengingat informasi pribadi yang penting, biasanya setelah suatu episode yang penuh stres.
Pada amnesia total, penderita tidak mengenali keluarga dan teman-temannya, tetapi tetap memiliki kemampuan bicara, membaca dan penalaran, juga tetap memiliki bakat dan pengetahuan tentang dunia yang telah diperoleh sebelumnya.
Pada amnesia total, penderita tidak mengenali keluarga dan teman-temannya, tetapi tetap memiliki kemampuan bicara, membaca dan penalaran, juga tetap memiliki bakat dan pengetahuan tentang dunia yang telah diperoleh sebelumnya.
B. Fugue Disosiatif
Fugue disosiatif adalah hilangnya memori yang disertai dengan meninggalkan rumah dan menciptakan identitas baru. Dalam fugue disosiatif, hilangnya memori lebih besar dibanding dalam amnesia disosiatif. Orang yang mengalami fugue disosiatif tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba meninggalkan rumah dan beraktivitas dengan menggunakan identitas baru.
C. Gangguan Depersonalisasi
Gangguan depersonalisasi adalah suatu kondisi dimana persepsi atau pengalaman seseorang terhadap diri sendiri berubah. Dalam episode depersonalisasi, yang umumnya dipicu oleh stres, individu secara mendadak kehilangan rasa diri mereka. Para penderita gangguan ini mengalami pengalaman sensori yang tidak biasa, misalnya ukuran tangan dan kaki mereka berubah secara drastis, atau suara mereka terdengar asing bagi mereka sendiri. Penderita juga merasa berada di luar tubuh mereka, menatap diri mereka sendiri dari kejauhan, terkadang mereka merasa seperti robot, atau mereka seolah bergerak di dunia nyata.
D. Gangguan Identitas Disosiatif
Gangguan identitas disosiatif suatu kondisi dimana seseorang memiliki minimal dua atau lebih kondisi ego yang berganti-ganti, yang satu sama lain bertindak bebas. Menurut DSM-IV-TR, diagnosis gangguan disosiatif (GID) dapat ditegakkan bila seseorang memiliki sekurang-kurangnya dua kondisi ego yang terpisah, atau berubah-ubah, kondisi yang berbeda dalam keberadaan, perasaan dan tindakan yang satu sama lain tidak saling mempengaruhi dan yang muncul serta memegang kendali pada waktu yang berbeda. Secara singkat kriteria DSM-IV-TR untuk gangguan identitas disosiatif ialah:
a. Keberadaan dua atau lebih kepribadian atau identitas
b. Sekurang-kurangnya dua kepribadian mengendalikan perilaku secara berulang
c. Ketidakmampuan untuk mengingat informasi pribadi yang penting.
ETIOLOGI
Istilah gangguan disosiatif merujuk pada mekanisme, dissosiasi, yang diduga menjadi penyebabnya. Pemikiran dasarnya adalah kesadaran biasanya merupakan kesatuan pengalaman, termasuk kognisi, emosi dan motivasi. Namun dalam kondisi stres, memori trauma dapat disimpan dengan suatu cara sehingga di kemudian hari tidak dapat diakses oleh kesadaran seiring dengan kembali normalnya kondisi orang yang bersangkutan, sehingga kemungkinan akibatnya adalah amnesia atau fugue.
Pandangan behavioral mengenai gangguan disosiatif agak mirip dengan berbagai spekulasi awal tersebut. Secara umum para teoris behavioral menganggap dissosiasi sebagai respon penuh stres dan ingatan akan kejadian tersebut.
Etiologi GID. Terdapat dua teori besar mengenai GID. Salah satu teori berasumsi bahwa GID berawal pada masa kanak-kanak yang diakibatkan oleh penyiksaan secara fisik atau seksual. Penyiksaan tersebut mengakibatkan dissosiasi dan terbentuknya berbagai kepribadian lain sebagai suatu cara untuk mengatasi trauma (Gleaves, 1996).
Teori lain beranggapan bahwa GID merupakan pelaksanaan peran sosial yang dipelajari. Berbagai kepribadian yang muncul pada masa dewasa umumnya karena berbagai sugesti yang diberikan terapis (Lilienfel dkk, 1999; Spanos, 1994). Dalam teori ini GID tidak dianggap sebagai penyimpangan kesadaran; masalahnya tidak terletak pada apakah GID benar-benar dialami atau tidak, namun bagaimana GID terjadi dan menetap.
TERAPI
TERAPI
Gangguan disosiatif menunjukkan, mungkin lebih baik dibanding semua gangguan lain, kemungkinan relevansi teori psikoanalisis. Dalam tiga gangguan disosiatif, amnesia, fugue dan GID, para penderita menunjukkan perilaku yang secara sangat meyakinkan menunjukkan bahwa mereka tidak dapat mengakses berbagai bagian kehidupan pada masa lalu yang terlupakan. Oleh sebab itu, terdapat hipotesis bahwa ada bagian besar dalam kehidupan mereka yang direpres.
Terapi psikoanalisis lebih banyak dipilih untuk gangguan disosiatif dibanding masalah-masalah psikologis lain. Tujuan untuk mengangkat represi menjadi hukum sehari-hari, dicapai melalui penggunaan berbagai teknik psikoanalitik dasar.
Terapi GID. Hipnotis umum digunakan dalam penanganan GID. Secara umum, pemikirannya adalah pemulihan kenangan menyakitkan yang direpres akan difasilitasi dengan menciptakan kembali situasi penyiksaan yang diasumsikan dialami oleh pasien.
Terapi GID. Hipnotis umum digunakan dalam penanganan GID. Secara umum, pemikirannya adalah pemulihan kenangan menyakitkan yang direpres akan difasilitasi dengan menciptakan kembali situasi penyiksaan yang diasumsikan dialami oleh pasien.
Umumnya seseorang dihipnotis dan didorong agar mengembalikan pikiran mereka kembali ke peristiwa masa kecil. Harapannya adalah dengan mengakses kenangan traumatik tersebut akan memungkinkan orang yang bersangkutan menyadari bahwa bahaya dari masa kecilnya saat ini sudah tidak ada dan bahwa kehidupannya yang sekarang tidak perlu dikendalikan oleh kejadian masa lalu tersebut.
Terdapat beberapa prinsip yang disepakati secara luas dalam penganganan GID, terlepas dari orientasi klinis (Bower dkk, 1971; Cady, 1985; Kluft, 1985, 1999; Ross, 1989)
Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian. Setiap kepribadian harus dibantu untuk memahami bahwa ia adalah bagian dari satu orang dan kepribadian- kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.
Tujuannya adalah integrasi beberapa kepribadian. Setiap kepribadian harus dibantu untuk memahami bahwa ia adalah bagian dari satu orang dan kepribadian- kepribadian tersebut dimunculkan oleh diri sendiri.
Terapis harus menggunakan nama setiap kepribadian hanya untuk kenyaman, bukan sebagai cara untuk menegaskan eksistensi kepribadian yang terpisah dan otonom.
Seluruh kepribadian harus diperlakukan secara adil. Terapis harus mendorong empati dan kerjasama diantara berbagai kepribadian. Diperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kanak-kanak yang mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.
Seluruh kepribadian harus diperlakukan secara adil. Terapis harus mendorong empati dan kerjasama diantara berbagai kepribadian. Diperlukan kelembutan dan dukungan berkaitan dengan trauma masa kanak-kanak yang mungkin telah memicu munculnya berbagai kepribadian.
Tujuan setiap pendekatan terhadap GID haruslah untuk meyakinkan penderita bahwa memecah diri menjadi beberapa kepribadian yang berbeda tidak lagi diperlukan untuk menghadapi berbagai trauma, baik trauma di masa lalu yang memicu disosiasi awal, trauma di masa sekarang atau trauma di masa yang akan datang.
Gangguan Identitas Disosiatif
Gangguan ini sering disebut sebagai "kepribadian terpecah atau kepribadian ganda" yang masing-masing kepribadian memiliki trait dan ingatan yang terdefinisikan secara baik menempati tubuh satu orang. Mereka bisa sadar atau tidak sadar akan keberadaan satu dan yang lainnya.
Amnesia Disosiatif
Dalam amnesia disosiatif yang sebelumnya disebut sebagai amnesia psikogenik, orang menjadi tidak mampu menyebutkan kembali informasi pribadi yang penting, biasanya melibatkan pengalaman yang traumatis atau penuh tekanan, dalam bentuk yang tidak dapat dianggap sebagai lupa biasa. Ingatan yang hilang dapat kembali, meski gangguan ini berlangsung beberapa hari, bulan, bahkan tahun.
Mengingat kembali dalam amnesia disosiatif dapat terjadi secara bertahap tetapi sering kali muncul secara tiba-tiba dan spontan, seperti saat seorang tentara yang tidak dapat mengingat pertarungan beberapa hari setelahnya tiba-tiba dapat mengingat pengalamannya setelah dipindahkan ke rumah sakit yang jauh dari medan perang.
Amnesia disosiatif terdiri dari 3 bentuk :
· Amnesia terlokalisasi, dimana peristiwa yang terjadi dalam suatu periode waktu tertentu hilang dari ingatan.
· Amnesia selektif, orang lupa hanya pada hal-hal khusus yang mengganggu yang terdapat dalam suatu periode waktu tertentu.
· Amnesia Menyeluruh, oang melupakan seluruh kehidupannya, seperti siapa dirinya, pekerjaannya, tempat tinggal, dan sebagainya. Orang dengan amnesia menyeluruh tidak dapat mengingat kembali informasi pribadi, namun mereka cenderung untuk tetap mempertahankan kebiasaan, selera dan keterampilan mereka.
Fugue Disosiatif
Fugue berasal dari bahasa Latin Fugure yang berarti "melarikan diri". Dalam fugue disosiatif yang sebelumnya disebut fugue psikogenik, si penderita melakukan perjalanan secara tiba-tiba tanpa mengingat kembali informasi personal yang sudah-sudah, dan menjadi bingung akan identitasnya atau mengasumsikan identitas yang baru. Orang tersebut mungkin memikirkan akan masa lalu, atau mungkin melaporkan masa lalu yang penuh dengan memori yang salah tanpa menyadari bahwa memori itu salah.
Penderita dapat mengasumsikan sebuah identitas yang lebih spontan dan lebih mudah bersosialisasi daripada dirinya yang dulu yang biasanya pendiam dan biasa-biasa saja. Mereka dapat membangun keluarga yang baru dan bisnis yang sukses. meskipun kejadian ini terdengar agak aneh, tahap fugue tidak dianggap sebagai psikotik karena penderita gangguan ini dapat berpikir dan berperilaku cukup normal dalam kehidupan barunya.
Hingga suatu hari, secara tiba-tiba kesadaran akan identitas masa lalunya muncul kembali dan mereka dibanjiri dengan memori lama. Pada saat itu, biasanya mereka tidak mengingat kejadian yang muncul selama tahap fugue. Identitas barunya, kehidupan barunya, termasuk semua keterlibatan dan tanggung jawabnya hilang dai ingatannya.
Gangguan Depersonalisasi
Depersonalisasi mencakup kehilangan atau perubahan temporer dalam perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri. Dalam suatu tahap depersonalisasi, orang merasa terpisah dari dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Gangguan depersonalisasi didiagnosis hanya bila pengalaman seperti itu persisten atau berulang kali dan menimbulkan distress yang jelas.
bab v
PENUTUP
daftar Pustaka
Halgin, P.Richard. Whitbourne, Susan Krauss. 2010. Psikologi Abnormal. Jakarta: Salemba Humanika.
5 fungsi Sunat bagi kesegaran Pria
BalasHapusManfaat sunat bagi melindungi kebersihan. bersama sunat, dapat menghasilkan laki-laki lebih gampang menyiangi penisnya. Sunat sanggup menghindari penumpukan kotoran. dikarenakan sesudah kencing, kebanyakan kembali ada tertinggal di kulit (kulup penis) yg hasilnya sanggup menghasilkan iritasi kronis. Kebersihan penis pasti sanggup menjaga laki-laki semenjak beragam hal menyebar. tidak cuma itu sektor puncak penis cowok adalah area tumbuhnya tidak sedikit patogen. seandainya tak dikhitan, cowok berisiko mengantongi inflamasi yg berujung terhadap beraneka ragam kasus kesehatan.
Manfaat sunat kepada menghindari kanker prostat. penyelidikan di Universiy of Quebec’s INRS-Institut Armand-Frappier di Montreal, Kanada menyatakan bahwa sunat dapat mengecilkan komisi terinfeksi masalah kelamin merambat yg jadi salah tunggal penyebab kanker prostat.
Manfaat sunat buat menghindari HIV. laki-laki yg telah dikhitan mempunyai uang lelah borok terhadap meraup kasus menghinggapi seksual, salah satunya merupakan HIV. bagi penyigian Dr. Lance Price dan rekan-rekannya mulai sejak George Washington University, AS, sunat mampu menyusutkan efek terinfeksi HIV sampai 50 prosen. penyigian tercatat dilakukan dgn menyerupakan jalma yg menyertakan sunatan masal yg dilakukan di uganda dan yg tak menurunkan sunatan masal tercatat. awal kreasi penyelidikan tertera ketahuan bahwa sesudah disunat, bilangan keseluruhan patogen yg ada di kulup penis partisipan menular dengan cara istimewa. terkecuali itu prevalensi patogen anaerob (organisme yg tidak mampu pandangan hidup tidak dengan oksigen) jadi menyusut. kamu? menyirnakan kulupnya dan cacah oksigen yg ada di penis jadi bertambah borong mengadakan kelembabannya. dgn menyulih suara ekosistem yg ada di penis sehingga penis tak jadi sarang virus.
Manfaat sunat kepada menghindari barah ginjal & kandung kemih. buat penyigian yg dilakukan oleh Brian Morris, profesor ilmu kedokteran molekular berasal Sydney Medical School, University of Sydney, disebutkan bahwa anak laki laki yg tak dikhitan sepuluh kali lebih rentan meraih bengkak ginjal, kandung kemih, dan saluran kemih daripada ujang yg dikhitan.
Manfaat sunat juga sebagai donor patogen bagus. bakal penyigian yg dilakukan oleh ilmuwan bermula Indiana University, komune kuman apik dengan cara istimewa dipengaruhi oleh sunat. patogen bagus tercatat berperan yang merupakan pelindung. Oleh dikarenakan itu sunat atau khitan ketahuan bisa menciutkan remunerasi tertular HIV dan problem menghinggapi seksual yang lain. Nah, dimanakah tempat mikroba apik tersimpul guna penis? kuman tercantum terletak di lembah kulup penis.
Demikianlah artikel “5 fungsi Sunat terhadap kesegaran laki laki. mudah-mudahan sanggup membangkitkan wawasan dan berguna kepada kamu.
Jika Anda memiliki pertanyaan seputar penyakit kelamin yang anda rasakan, jangan ragu untuk bertanya pada kami karena isi konsultasi aman terjaga, privasi pasien terlindugi, dan anda bisa tenang berkonsultasi langsung dengan kami. Anda dapat menghubungi hotline di (021)-62303060 untuk berbicara dengan ahli Klinik Apollo, atau klik website bawah ini untuk berkonsultasi dengan ahli klinik Apollo.
Peringatan : Sekali lagi apabila anda merasa artikel ana belum terang atau ada hal lain, sehingga kamu dapat klik Chat Online, di mana profesional saya dapat menjawab keluhan kamu, atau hubungi nomer (021)-62303060. Klinik Apollo Jakarta mengharapkan mudah-mudahan kamu selalu sembuh.
Klinik Apollo Andrologi | Pengobatan kulup panjang
Metode sunat klinik apollo | Sunat modern biaya terjangkau
Dokter spesialis | Free Chat