• ayo belajar bersama, sharing bersama, dan berbagi bersama tentang psikologi

Kamis, 20 Desember 2012

Malam bulan purnama dan REOG


Pelaksanaan Tradisi Malam Bulan Purnama
Pada saat bulan purnama atau pada tanggal 14-15 dihitung pada bulan-bulan hijriyah para pemuda,orang tua para pamong Reog Ponorogo menggelar suatu kegiatan atau tradisi yang sudah dilaksanakan sejak bertahun-tahun yang lalu.Yaitu kegiatan ber-seni tari Reog Ponorogo. Tempat dilaksanakanya kegiatan ini biasanya di alun-alun Kabupaten Ponorogo lebih tepatnya lagi di panggung utama alun-alun.
Kegiatan ini dimaksudkan agar warga masyarakat Kabupaten Ponorogo itu sendiri kebudayaan asli turunan dari kakek nenk buyut mereka.Kegiatan ini pun biasanya ditujukan kepada para remaja dengan maksud dan tujuan agar ada diantara masyarakat Kabupaten Ponorogo itu sendiri mempunyai re-generasi setelah perjuangan para sesepuh mereka memperjuangkan kebudayaan asli Kabupaten Ponorogo itu sendiri.
Pentas seni saat malam bulan purnama masih menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Suguhan atraktif berbagai budaya asli Ponorogo, tetap menjadi andalan pagelaran rutin bulanan itu. Bahkan, penampilan atau pementasan di panggung utama alun-alun tersebut akan menjadi ikon pentas budaya Kota Reog di masa depan dimana orang-orang akan tahu bahwa Reog Ponorogo bukan hanya sekedar tarian saja akan tetapi juga menyuguhkan unsure perjuangan dimasa lampau di Kabupaten Ponorogo.
Setiap sekali dalam sebulan dalam malam bulan purnama untuk melestarikan budaya dari kabupaten Ponorogo setiap kecamatan dari Ponorogo secara bergantian mengirimkan wakilnya untuk tampil di alun-alun kabupaten Ponorogo.dalam satu malam itu banyak sekali warga masyarakat Ponorogo berkumpul ntuk menyaksikan pertunjukan itu.yang beda dari pertunjukan Reog yang lain adalah bahwasanya kadangkala menurut cerita masyarakat mereka menunjukkan tarian Reog ada ritual khusus sebelum penampilannya.ada yang memakai dupa,kemenyan bahkan memanggil jin agar merasuki orang yang memainkan tarian Reog pada malam bulan purnama itu.menurut masyarakat ritual-ritual seperti itu dilakukan karena tarian Reog ada sangkut pautnya dengan alam lain seperti alam jin dsb.yang menarik adalah hal itu sudah biasa bagi masyarakat yang sering menarikan tarian Reog Ponorogo itu dalam upacara atau dalam pertunjukkan biasa.
Sebenarnya disparda Ponorogo menjelaskan, bahwasanya Kab. Ponorogo memiliki rutinitas untuk menampilkan Reog Ponorogo sebagai Atraksi Budaya. Rutinitas diadakan bertepatan dengan adanya bulan purnama atau setiap tanggal 14 menjelang 15 kalender jawa atau kalender islam. Beberapa alasan yang muncul adalah karena biaya pengadaan pagelaran Reog tidak sedikit, sehingga di jadwalkannyalah pada setiap Malam Bulan Purnama. Pagelaran tersebut dilakukan di Panggung Utama Aloon-Aloon Ponorogo pada pukul 19.30 WIB dan apabila terjadi hujan atau kendala lainnya maka tempat pagelaran dipindahkan di Paseban Aloon-Aloon Kabupaten Ponorogo.
Pelaku seni yang memainkan pagelaranpun tidak berasal dari satu sanggar tari atau desa, melainkan dari kecamatan-kecamatan di Ponorogo secara acak dan bergiliran. Setiap kecamatan di Ponorogo memikili Yayasan Reog Ponorogo. Bahkan, dari salah satu sumber yang bisa dipercaya, hampir seluruh desa di Ponorogo memiliki Reog.
1 Kecamatan memiliki beberapa desa, yang juga memiliki Reog. Artinya setiap Kecamatan memiliki beberapa kelompok seni tari Reog itu sendiri.
Bapak Bambang Wibisono selaku Kepala Bidang Kebudayaan turut menjelaskan bahwa pemilihan Reog yang akan tampil mewakili setiap kecamatan ini memiliki beberapa cara pemilihan. Kecamatan A memilih Reog yang akan tampil adalah dari Desa AB karena Desa tsb memiliki Reog dan Penari terbaik dibandingkan dari Desa lainnya di Kecamatan yang sama. Kecamatan B memilih penari-penari terbaik dari beberapa desa yang ada di lingkungan Kec. B agar dapat menjadi susunan kelompok tari terbaik dari Kecamatan tsb. Kecamatan C melakukan rolling atau perputaran dari satu desa kemudian desa yang lain, misalnya tahun ini adalah desa CA dan tahun depan giliran desa CB yang akan tampil demikian seterusnya. Hal tersebut tergantung pada kebijakan pejabat kecamatan setempat.
Ada 5 komponen penari dalam tari Reog Ponorogo, yaitu:
1.    Prabu Kelono Sewandono
Prabu Kelono Sewandono ini adalah tokoh utama dalam tari Reog Ponorogo. Beliau digambarkan sebagai seorang Raja yang gagah berani dan bijaksana, digambarkan sebagai manusia dengan sayap dan topeng merah. Beliau memiliki senjata pamungkas yang disebut Pecut Samandiman.
2.    Patih Bujangganong
Patih bujangganong adalah patih dari Prabu Kelono Sewandono, merupakan tokoh protagonis dalam tarian ini. Dia digambarkan sebagai patih yang bertubuh kecil dan pendek, namun cerdik dan lincah. Patih Bujangganong disebut juga penthulan. Penarinya tidak memakai baju, hanya rompi berwarna merah dan topeng berwarna merah juga.

3.    Jathil
Jathilan adalah sepasukan prajurit wanita berkuda. Dalam tari Reog Ponorogo, penari Jathil adalah wanita. Mereka digambarkan sebagai prajurit wanita yang cantik dan berani. Kostum yang dikenakan penari Jathil adalah kemeja satin putih sebagai atasan dan jarit batik sebagai bawahan. Mereka mengenakan udheng sebagai penutup kepala dan mengendarai kuda kepang (kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu)
4.    Warok
Warok adalah pasukan Kelono Sewandono yang digambarkan sebagai orang yang sakti mandraguna dan kebal terhadap senjata tajam. Penari warok adalah pria dan umumnya berbadan besar. Warok mengenakan baju hitam-hitam (celana gombrong hitam dan baju hitam yang tidak dikancingkan) yang disebut Penadhon. Penadhon ini sekarang juga digunakan sebagai pakaian budaya resmi Kabupaten Ponorogo. Warok dibagi menjadi dua, yaitu warok tua dan warok muda. Perbedaan mereka terletak pada kostum yang dikenakan, dimana warok tua mengenakan kemeja putih sebelum penadhon dan membawa tongkat, sedangkan warok muda tidak mengenakan apa-apa selain penadhon dan tidak membawa tongkat. Senjata pamungkas para warok adalah tali kolor warna putih yang tebal.
5.    Pembarong.
Pembarong adalah penari yang memiliki peranan paling penting dalam tari Reog Ponorogo. Pembarong adalah penari yang nantinya akan membawa Dadak Merak (topeng kepala singa dengan hiasan burung merah dan bulunya di atas kepala singa) yang tingginya satu setengah meter. Pembarong mengenakan celana panjang hitam dan baju kimplong (baju yang hanya punya satu cantelan bahu) dan harus menggigit kayu di bagian dalam kepala singa untuk mengangkat Dadak Merak. Seorang pembarong haruslah orang yang sangat kuat, karena dia harus bisa menundukkan Dadak Merak hingga menyentuh lantai dan mengangkatnya lagi ke posisi tegak. Dadak Merak disimbolkan sebagai Singobarong, dan secara umum Dadak Merak inilah yang membuat tari Reog Ponorogo menjadi sangat unik, karena bentuk topengnya yang sangat besar dan khas serta adanya filosofi di dalamnya. Karena itu, pembarong benar-benar harus memiliki keterampilan dan kemampuan yang tinggi agar bisa menghidupkan Singobarong yang dimainkannya.



2. Makna Tarian Malam Bulan Purnama
Berbagai usaha yang telah dilakukan untuk mendapatkan informasi dari berbagai pihak, akhirnya diperoleh banyak sekali pendapat , tanggapan dan jawaban mengenai apa makna yang terkandung dibalik tarian malam bulan purnama.
Rata-rata dari penduduk kabupaten Ponorogo yang mengaku sering melihat dan menikmati tradisi itu setaip datangnya bulan purnama, mengutarakan bahwa adanya tradisi tarian itu sebagai :

ü Sarana dan prasarana hiburan bagi masyarakat Ponorogo
ü Usaha menumbuhkembangkan rasa cinta dan saling memiliki terhadap budaya-budaya di Ponorogo.
ü Menjaga sekaligus melestarikan warisan kesenian budaya dari nenek moyang yang terdahulu.

     Kemudian adapun makna yang terkandung dalam tradisi tersebut menurut Gunardi (Kepala Dinas Pariwisata Ponorogo) adalah sebagai simbol kebanggaan atas kepemilikan budaya -budaya yang ada di Ponorogo yang sekaligus sebagi wadah silaturahmi baik antar masyarakat dengan sesamanya dan juga hubungan terhadap adat warga Ponorogo. Karena menurut beliau (Gunardi) : .. “ini bukan sekedar pementasan rutin akan tetapi juga bisa disebut sebagai ajang / wadah keativitas pemuda-pemudi Kota Ponorogo yang memiliki bakat (talenta) di bidang kesenian khususnya budaya di Ponorogo, karena merekalah nantinya yang akan mewarisi budaya Kota dimana mereka dilahirkan dan tinggal”[1]

3.Unsur-Unsur Tarian Malam Bulan Purnama
a). Sistem adat di masyarakat Ponorogo.
   Dimana pada sistem adat istiadat masayarakat ini memang selain melengkapi dari adanya tradisi tarian pada malam bulan purnama di Kota Ponorogo ternayata juga mendukung tradisi itu buktinya dengan adatnya orang –orang Ponorogo melarang adanya pesta miras atau mabuk-mabukan ketika adanya acara tradisional dan tidak segan-segan bagi yang melanggarnya maka mereka akan dicemooh oleh warga masyarakat Ponorogo bahkan jika sudah keterlaluan maka akan berujung dengan hukum.
b). Kesenian
Sudah semestinya unsur budaya ini selalu melengkapi tradisi tarian tersebut karena memeng yang dominan dalam hal ini adalah soal penggabungan antara budaya denagan seni dan oleh karena itulah bisa muncul dan terciptanya tardisi itu.
c). Bahasa
Kali ini bukan berarti bahasa digunakan dengan fungsi semestinya yaitu sebagai alat bicara akan tetapi lebih mendalam lagi karena dalam hal ini bahasa berperan sebagai wacana penyebaran kreativitas seni budaya yang ada di dalam tradisi tarian pada malam bulan purnama di Kota ponorogo.
d). Agama / kepercayaan.
   Hapir dari keseluruhan seuah tradisi tidak bisa lepas dari unsur yang satu ini, yaitu sadar akan adanya kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat. Begitu juga biasanya di Ponorogo misalnya pada malam bulan purnama dipentaskan Tarian Reog maka demi keselamatan lahir batin diadakan dulu semacam ritual singkat yang dilengkami sesajen terhadap kepercayaan yang telah diakui oleh masyarakat Ponorogo.
e). Segi pengetahuan.
   Unsur budaya yang terakhir ini juga ikut melengkapi tradisi tarian malam bulan purnama yang diselenggarakan pada malam bulan purnama di Ponorogo karena dengan adanya pengetahuan bisa memberikan kesan keilmuan yang terkandung dalam sebuah perwujudan dari tradisi yang dilakukan, misalnya banyaknya seniman Ponorogo yang dapat mengambil ilmu sosial – seni dan budaya daerah.



[1] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar