Pelaksanaan
Tradisi Malam Bulan Purnama
Pada saat bulan purnama atau pada
tanggal 14-15 dihitung pada bulan-bulan hijriyah para pemuda,orang tua para pamong
Reog Ponorogo menggelar suatu kegiatan atau tradisi yang sudah dilaksanakan
sejak bertahun-tahun yang lalu.Yaitu kegiatan ber-seni tari Reog Ponorogo. Tempat
dilaksanakanya kegiatan ini biasanya di alun-alun Kabupaten Ponorogo lebih
tepatnya lagi di panggung utama alun-alun.
Kegiatan ini dimaksudkan agar warga
masyarakat Kabupaten Ponorogo itu sendiri kebudayaan asli turunan dari kakek
nenk buyut mereka.Kegiatan ini pun biasanya ditujukan kepada para remaja dengan
maksud dan tujuan agar ada diantara masyarakat Kabupaten Ponorogo itu sendiri
mempunyai re-generasi setelah perjuangan para sesepuh mereka memperjuangkan
kebudayaan asli Kabupaten Ponorogo itu sendiri.
Pentas seni saat malam bulan purnama
masih menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat. Suguhan atraktif berbagai
budaya asli Ponorogo, tetap menjadi andalan pagelaran rutin bulanan itu.
Bahkan, penampilan atau pementasan di panggung utama alun-alun tersebut akan
menjadi ikon pentas budaya Kota Reog di masa depan dimana orang-orang akan tahu
bahwa Reog Ponorogo bukan hanya sekedar tarian saja akan tetapi juga
menyuguhkan unsure perjuangan dimasa lampau di Kabupaten Ponorogo.
Setiap sekali dalam sebulan dalam
malam bulan purnama untuk melestarikan budaya dari kabupaten Ponorogo setiap
kecamatan dari Ponorogo secara bergantian mengirimkan wakilnya untuk tampil di
alun-alun kabupaten Ponorogo.dalam satu malam itu banyak sekali warga
masyarakat Ponorogo berkumpul ntuk menyaksikan pertunjukan itu.yang beda dari
pertunjukan Reog yang lain adalah bahwasanya kadangkala menurut cerita
masyarakat mereka menunjukkan tarian Reog ada ritual khusus sebelum
penampilannya.ada yang memakai dupa,kemenyan bahkan memanggil jin agar merasuki
orang yang memainkan tarian Reog pada malam bulan purnama itu.menurut masyarakat
ritual-ritual seperti itu dilakukan karena tarian Reog ada sangkut pautnya
dengan alam lain seperti alam jin dsb.yang menarik adalah hal itu sudah biasa
bagi masyarakat yang sering menarikan tarian Reog Ponorogo itu dalam upacara
atau dalam pertunjukkan biasa.
Sebenarnya disparda Ponorogo
menjelaskan, bahwasanya Kab. Ponorogo memiliki rutinitas untuk menampilkan Reog
Ponorogo sebagai Atraksi Budaya. Rutinitas diadakan bertepatan dengan adanya
bulan purnama atau setiap tanggal 14 menjelang 15 kalender jawa atau kalender
islam. Beberapa alasan yang muncul adalah karena biaya pengadaan pagelaran Reog
tidak sedikit, sehingga di jadwalkannyalah pada setiap Malam Bulan Purnama.
Pagelaran tersebut dilakukan di Panggung Utama Aloon-Aloon Ponorogo pada pukul
19.30 WIB dan apabila terjadi hujan atau kendala lainnya maka tempat pagelaran
dipindahkan di Paseban Aloon-Aloon Kabupaten Ponorogo.
Pelaku seni yang memainkan
pagelaranpun tidak berasal dari satu sanggar tari atau desa, melainkan dari
kecamatan-kecamatan di Ponorogo secara acak dan bergiliran. Setiap kecamatan di
Ponorogo memikili Yayasan Reog Ponorogo. Bahkan, dari salah satu sumber yang
bisa dipercaya, hampir seluruh desa di Ponorogo memiliki Reog.
1 Kecamatan memiliki beberapa desa,
yang juga memiliki Reog. Artinya setiap Kecamatan memiliki beberapa kelompok
seni tari Reog itu sendiri.
Bapak Bambang Wibisono selaku Kepala Bidang Kebudayaan turut menjelaskan bahwa pemilihan Reog yang akan tampil mewakili setiap kecamatan ini memiliki beberapa cara pemilihan. Kecamatan A memilih Reog yang akan tampil adalah dari Desa AB karena Desa tsb memiliki Reog dan Penari terbaik dibandingkan dari Desa lainnya di Kecamatan yang sama. Kecamatan B memilih penari-penari terbaik dari beberapa desa yang ada di lingkungan Kec. B agar dapat menjadi susunan kelompok tari terbaik dari Kecamatan tsb. Kecamatan C melakukan rolling atau perputaran dari satu desa kemudian desa yang lain, misalnya tahun ini adalah desa CA dan tahun depan giliran desa CB yang akan tampil demikian seterusnya. Hal tersebut tergantung pada kebijakan pejabat kecamatan setempat.
Bapak Bambang Wibisono selaku Kepala Bidang Kebudayaan turut menjelaskan bahwa pemilihan Reog yang akan tampil mewakili setiap kecamatan ini memiliki beberapa cara pemilihan. Kecamatan A memilih Reog yang akan tampil adalah dari Desa AB karena Desa tsb memiliki Reog dan Penari terbaik dibandingkan dari Desa lainnya di Kecamatan yang sama. Kecamatan B memilih penari-penari terbaik dari beberapa desa yang ada di lingkungan Kec. B agar dapat menjadi susunan kelompok tari terbaik dari Kecamatan tsb. Kecamatan C melakukan rolling atau perputaran dari satu desa kemudian desa yang lain, misalnya tahun ini adalah desa CA dan tahun depan giliran desa CB yang akan tampil demikian seterusnya. Hal tersebut tergantung pada kebijakan pejabat kecamatan setempat.
Ada 5 komponen penari dalam tari
Reog Ponorogo, yaitu:
1.
Prabu Kelono
Sewandono
Prabu Kelono Sewandono ini adalah tokoh utama dalam
tari Reog Ponorogo. Beliau digambarkan sebagai seorang Raja yang gagah berani
dan bijaksana, digambarkan sebagai manusia dengan sayap dan topeng merah.
Beliau memiliki senjata pamungkas yang disebut Pecut Samandiman.
2.
Patih
Bujangganong
Patih bujangganong adalah patih dari Prabu Kelono
Sewandono, merupakan tokoh protagonis dalam tarian ini. Dia digambarkan sebagai
patih yang bertubuh kecil dan pendek, namun cerdik dan lincah. Patih
Bujangganong disebut juga penthulan. Penarinya tidak memakai baju, hanya rompi
berwarna merah dan topeng berwarna merah juga.
3.
Jathil
Jathilan adalah sepasukan prajurit wanita berkuda.
Dalam tari Reog Ponorogo, penari Jathil adalah wanita. Mereka digambarkan
sebagai prajurit wanita yang cantik dan berani. Kostum yang dikenakan penari
Jathil adalah kemeja satin putih sebagai atasan dan jarit batik sebagai
bawahan. Mereka mengenakan udheng sebagai penutup kepala dan mengendarai kuda
kepang (kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu)
4.
Warok
Warok adalah pasukan Kelono Sewandono yang digambarkan
sebagai orang yang sakti mandraguna dan kebal terhadap senjata tajam. Penari
warok adalah pria dan umumnya berbadan besar. Warok mengenakan baju hitam-hitam
(celana gombrong hitam dan baju hitam yang tidak dikancingkan) yang disebut
Penadhon. Penadhon ini sekarang juga digunakan sebagai pakaian budaya resmi
Kabupaten Ponorogo. Warok dibagi menjadi dua, yaitu warok tua dan warok muda.
Perbedaan mereka terletak pada kostum yang dikenakan, dimana warok tua
mengenakan kemeja putih sebelum penadhon dan membawa tongkat, sedangkan warok
muda tidak mengenakan apa-apa selain penadhon dan tidak membawa tongkat.
Senjata pamungkas para warok adalah tali kolor warna putih yang tebal.
5.
Pembarong.
Pembarong adalah penari yang memiliki peranan paling
penting dalam tari Reog Ponorogo. Pembarong adalah penari yang nantinya akan
membawa Dadak Merak (topeng kepala singa dengan hiasan burung merah dan bulunya
di atas kepala singa) yang tingginya satu setengah meter. Pembarong mengenakan
celana panjang hitam dan baju kimplong (baju yang hanya punya satu cantelan bahu)
dan harus menggigit kayu di bagian dalam kepala singa untuk mengangkat Dadak
Merak. Seorang pembarong haruslah orang yang sangat kuat, karena dia harus bisa
menundukkan Dadak Merak hingga menyentuh lantai dan mengangkatnya lagi ke
posisi tegak. Dadak Merak disimbolkan sebagai Singobarong, dan secara umum
Dadak Merak inilah yang membuat tari Reog Ponorogo menjadi sangat unik, karena
bentuk topengnya yang sangat besar dan khas serta adanya filosofi di dalamnya.
Karena itu, pembarong benar-benar harus memiliki keterampilan dan kemampuan
yang tinggi agar bisa menghidupkan Singobarong yang dimainkannya.
2. Makna Tarian Malam Bulan Purnama
Berbagai usaha
yang telah dilakukan untuk mendapatkan informasi dari berbagai pihak, akhirnya
diperoleh banyak sekali pendapat , tanggapan dan jawaban mengenai apa makna
yang terkandung dibalik tarian malam bulan purnama.
Rata-rata dari
penduduk kabupaten Ponorogo yang mengaku sering melihat dan menikmati tradisi
itu setaip datangnya bulan purnama, mengutarakan bahwa adanya tradisi tarian
itu sebagai :
ü Sarana dan prasarana hiburan bagi
masyarakat Ponorogo
ü Usaha menumbuhkembangkan rasa cinta dan
saling memiliki terhadap budaya-budaya di Ponorogo.
ü Menjaga sekaligus melestarikan warisan
kesenian budaya dari nenek moyang yang terdahulu.
Kemudian adapun makna yang terkandung dalam
tradisi tersebut menurut Gunardi (Kepala Dinas Pariwisata Ponorogo)
adalah sebagai simbol kebanggaan atas kepemilikan budaya -budaya yang ada di
Ponorogo yang sekaligus sebagi wadah silaturahmi baik antar masyarakat dengan
sesamanya dan juga hubungan terhadap adat warga Ponorogo. Karena menurut beliau
(Gunardi) : .. “ini bukan sekedar pementasan rutin akan tetapi juga bisa
disebut sebagai ajang / wadah keativitas pemuda-pemudi Kota Ponorogo yang memiliki
bakat (talenta) di bidang kesenian khususnya budaya di Ponorogo, karena
merekalah nantinya yang akan mewarisi budaya Kota dimana mereka dilahirkan dan
tinggal”[1]
3.Unsur-Unsur
Tarian Malam Bulan Purnama
a).
Sistem adat di masyarakat Ponorogo.
Dimana pada sistem adat istiadat masayarakat
ini memang selain melengkapi dari adanya tradisi tarian pada malam bulan
purnama di Kota Ponorogo ternayata juga mendukung tradisi itu buktinya dengan
adatnya orang –orang Ponorogo melarang adanya pesta miras atau mabuk-mabukan
ketika adanya acara tradisional dan tidak segan-segan bagi yang melanggarnya
maka mereka akan dicemooh oleh warga masyarakat Ponorogo bahkan jika sudah
keterlaluan maka akan berujung dengan hukum.
b). Kesenian
Sudah semestinya
unsur budaya ini selalu melengkapi tradisi tarian tersebut karena memeng yang
dominan dalam hal ini adalah soal penggabungan antara budaya denagan seni dan
oleh karena itulah bisa muncul dan terciptanya tardisi itu.
c). Bahasa
Kali ini bukan
berarti bahasa digunakan dengan fungsi semestinya yaitu sebagai alat bicara
akan tetapi lebih mendalam lagi karena dalam hal ini bahasa berperan sebagai
wacana penyebaran kreativitas seni budaya yang ada di dalam tradisi tarian pada
malam bulan purnama di Kota ponorogo.
d).
Agama / kepercayaan.
Hapir dari keseluruhan seuah tradisi tidak
bisa lepas dari unsur yang satu ini, yaitu sadar akan adanya kepercayaan atau
agama yang dianut oleh masyarakat. Begitu juga biasanya di Ponorogo misalnya
pada malam bulan purnama dipentaskan Tarian Reog maka demi keselamatan lahir
batin diadakan dulu semacam ritual singkat yang dilengkami sesajen terhadap
kepercayaan yang telah diakui oleh masyarakat Ponorogo.
e).
Segi pengetahuan.
Unsur budaya yang terakhir ini juga ikut
melengkapi tradisi tarian malam bulan purnama yang diselenggarakan pada malam
bulan purnama di Ponorogo karena dengan adanya pengetahuan bisa memberikan
kesan keilmuan yang terkandung dalam sebuah perwujudan dari tradisi yang
dilakukan, misalnya banyaknya seniman Ponorogo yang dapat mengambil ilmu sosial
– seni dan budaya daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar