• ayo belajar bersama, sharing bersama, dan berbagi bersama tentang psikologi

Kamis, 20 Desember 2012

Antropologi - teori budaya


1.      Berkaitan dengan definisi budaya menurut beberapa tokoh Antropologi, yaitu :
·      Semua hasil karya, cipta dan rasa masyarakat (Selo Soemardjan Soelaeman Soemardi)
·      Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaningrat). Pola , eksplisit dan implisit, perilaku yang dipelajari dan diwariskan melalui simbol-simbol yang merupakan prestasi khas manusia, termasuk perwujudannya dalam benda-benda budaya.[1]
·      Kebudayaan adalah untuk menerima, mengevaluasi dan mempercayai perbedaan dengan cara berfikir. Kebudayaan dimiliki bersama dan secara konstan mengalami perubahan (Golhick and Chin:1994)
·      (Francis Morill) kebudayaan merupakan hasil interaksi sosial.

2.      Perwujudan dari kebudayaan, yang menyatakan bahwa budaya bersifat konkret. Dimana wujud dari budaya ini adalah berpola akan tindakan atau pembuatan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan, atau difoto. Koentjaraningrat menyebut sifat konkret budaya dengan sistem sosial dan fisik yang berarti terdiri dari perilaku, bahasa da materi.[2]

3.      Berkaitan dengan hal-hal aliran kepercayaan atau kebatinan:
·      Rahmat Subagyo menjelaskan beberapa sifat kebatinan atau olah pikiran dan rasa. Ada beberapa sifat kebatinan sebagai jiwa manusia, yakni: sifat batin (di dalam diri manusia sendii), sifat rasa (pengalaman rohani yang bersifat subjektif), sifat asli (reaksi terhadap keterasingan manusia dari dirinya sendiri), sifat keakraban (hubungan erat antar anggota), sifat akhlak sosial (gerakan melawan kemerosotan moral) , gerakan kebatinan percaya adanya daya-daya gaib yang supranatural[3]

·      Mr. Wongsonegoro, ketua Kongres kebatinan Indonesia, berpendapat bahwa kebatinan dan ilmu gaib merupakan dwitunggal dan ada macam magi putih dan magi hitam; ebatinan tidak mengguakan magi hitam, karena kebatinan bukan klenik[4]

4.      Seorang ahli hukum Van Ossenbruggen adalah orang yang pertama yang menyinggung mengenai sistem klasifikasi primitif, atau sistem klasifikasi prelogik, orang Jawa. Van Ossenbruggen, mendasarkan diri kepada suatu hipotesa yang diajukan oleh E.Durkheim dan M. Mauss bahwa pikiran prelogik manusia pada awal perkembangan kebudayaannya membayangkan bagian-bagian dari masyarakatnya sebagai dasar suatu kerangka berfikir, di dalam mana harus diklasifkasikan semua konsep yang dikenalnya dan semua gejala yang ada dalam lingkungannya. [5]



[1] Lawrence E.Harriso dan Samuel P.Huntington. Kebangkitan Peran Budaya Bagaimana Membentuk Kemajuan Manusia. LP3ES Press:Jakarta. 2006. Hal199
[2] Bambang Widhanto dan Iwan Meulia Pirous. Prespektif Budaya. Rajawali Press: Jakarta.2009.hal.225
[3] Kifudyartanto.Psikologi Kepribadian Timur.Pustaka Pelajar: Yogyakarta.2003 hal. 53
[4] ibid
[5] Pranata Sosial Jawa, Dr. Purwwadi, Cipta Karya:Yogyaarta 2007. Hal.15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar