• ayo belajar bersama, sharing bersama, dan berbagi bersama tentang psikologi

Kamis, 09 Oktober 2014

Asesmen Dalam Psikologi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Praktik-praktik asesmen seharusnya terkait erat dengan pengajaran, praktik tersebut seharusnya mencerminkan tujuan tujuan pengajaran kita, memandu strategi pengajaran kita, serta meyediakan cara bagi kita untuk melacak kemajuan siswa di sepanjang kurikulum. Dan paling tidak asesmen merupakan pengajaran , artinya asesmen memberi siswa pesan yang jelas tenang hal-hal apa yang di anggap paling penting untuk mereka ketahui dan mampu mereka melakukan
Kita harus memikirkan bagaimana kita menilai pembelajaran dan prestasi siswa sehari-hari dan secara lebih formal melalui pengamatan perilaku mereka sehari-hari dan secara lebih formal melalui tugas dan ujian yang telahdi rencanakan sebelumnya.
Praktik-praktik asesmen kelas salaing berkaitan dengan setiap aspek lain dari fungsi kelas. Praktik-praktik itu memepengaruhi perencanaan dan pengajaran kita di masa mendatang (apa yang kita ajarkan, bagaimana kita mengajarkannya, dan apakah kit amengulang dan mengajarkan sesuatu untuk kedua kalinya), iklim di kelas (apakah secara psikologis terasa aman atau mengancam), serta motivasi dan efek siswa (apakah siswa mengembangkan tujuan performa ataukah tujuan penguasaan, apakah mereka merasa percaya diri atau cemas). Hanya ketika kita memepertimbangkan setiap peran integral dari asesmen di kelas, kita dapat benar-benar memperoleh manfaatnya untuk membantu siswa mencapai tujuan tujuan penagajaran yang penting.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang di maksud Asesment psikoedukasional: prinsip dan persoalan?
2.      Apa saja macam-macam Asesment psikoedukasional: prinsip dan persoalan di dalam sekolah?
C.    Tujuan 
1.      Untuk mengatahui pengertian Asesment psikoedukasional: prinsip dan persoalan.
2.      Untuk mengetahui macam asesment psikoedukasional: prinsip dan persoalan di dalam sekolah.


BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Menggunakan Assesmen untuk Berbagai Tujuan
  1. Prinsip asesmen
Penelitian asesmen adalah proses mengamati sebuah sampel dari sebuah prilaku seseorang siswa dan mengambil kesimpulan tentang pengetahuan dan kemampuan siswa tersebut, dari definisi tersebut, pertama asesmen melibatkan pengamatan terhadap prilaku siswa yang dikemukakan oleh kaum behaviorisme yaitu sangat mustahil dalam kepala siswa dan melihat pengetahuan yang mengendap disana kita hanya dapat melihat bagaimana siswa berprilaku dalam situasi-situasi tertentu.  Kedua asesmen biasanya meliputi hanya sebuah sampel prilaku kita tentu saja tidak dapat mengamati dan melacak setiap hal yang di lakukan siswa di sekolah. Ketiga asesmen melibatkan pengambilan kesimpulan berdasarkan perilaku yang di amati untuk membuat asesmen tentang prestasi siswa secara keseluruahan siswa. Karna itu , sangat penting kita memilih perilaku yang dapat menyediakan perkiraan akurat tentang apa yang di ketahui dan dapat di lakukan siswa. 
Dalam tujuan asesmen ini ada berbagai tujuan di antaranya :
a.       Asesmen dapat digunakan untuk memotivasi siswa dalam belajar. Rata-rata siswa mempelajari materi lebih banyak dikelas, karena lebih sering dan mempelajarinya lebih baik ketika mereka diberitahu bahwa akan di uji atau memiliki tanggung jawab pada materi tersebut.  dalam arti asesmen sangat efektif sebagai motivator sebagai acuan kreteria, sejalan dengan tujuan dan sasaran pengajaran, serta mengantar siswa untuk menunjukkan performa terbaik mereka. Self-efficacy  dan atribusi siswa tentu saja mempengaruhi perspepsi mereka terhadap tangtangan itu: siswa perlu yakin bahwa kesuksesan suatu tugas sangat mungkin jika mereka mencurahkan usaha yang memadai dan menggunakan strategi yang tepat. Meskipun asesmen rutin dikelas akan sangat memotivasi kita harus ingat bahwa dalam dan dari dirinya sendiri asesmen itu adalah motivator intrinsik. Jadi, asesmen ini mungkin mengarahkan perhatian siswa kearah tujuan performa dan mengikis setiap motivasi intrinsik untuk belajar.
b.      Asesmen dapat mempengaruhi proses-proses kognitif tertentu di dalamnya siswa terlibat. Siswa mengambil kesimpulan tentang tujuan pengajaran kita sebagian dari cara kita menilai pembelajaran mereka. Jadi, tugas asesmen yang berbeda dapat membuat mereka belajar secara berbeda.
c.       Asesmen dapat berperan sebagai pengalaman belajar dalam dan dari dirinya sendiri. Proses menyelesaikan suatu assessment mengenai materi kelas membantu siswa mempelajari materi itu secara lebih baik, khususnya apabila tugas-tugas assessment itu meminta siswa mengelaborasi materi it dengan cara tertentu. Namun ada dua kualifikasi yang penting untuk di catat. Pertama, assessment membantu siswa mempelajari hanya materi yang secara spesifik yang terkait dengannya. Kedua, ketiga kita menyajikan informasi yang tidak benar mengenai sebuah assessment (sebagaimana sering kita lakukan dalam pertanyaan benar salah dan pilihan ganda), siswa mungkin pada akhirnya mengingat misinformasi itu sebagai benar alih-alih salah. Untungnya misiinformasi semacam itu tidak terlalu berdampak besar pada pemahaman siswa dikemudian hari.
d.      Asesmen dapat memberikan umpan balik yang berharga tentang apa yang telah dan belum mereka kuasai. Untuk memfasilitasi pembelajaran siswa, dan akhirnya meningkatkan self efficacy guna menguasai pokok bahasan umpan balik assessment harus mencakup informasi konkrit tentang dititik mana siswa berhasil, dititik mana siswa mengalami kesulitan, dan bagaimana mereka memperbaiki performanya.

  1. Beragam Bentuk Assesmen Pendidikan
            Ada beberpa bentuk assessmen pendidikan yaitu :
1)      Assessment informal vs assesmen formal.  
Assesmen informal  melibatkan pengamatan spontan dan tak terencana tentang sesuatu yang dikatkan atau dilakukan siswa dikelas. Assesmen formal direncanakan sebelumnya dan digunakan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menentukan apa yang telah dipelajari oleh para siswa dari unit geografi atau apakah mereka dapat menerapkan dalil pitagoras untuk masalah sehari-hari. Assesmen formal  bersifat formal dalam arti bahwa ada wktu tertentu yang diluangkan utnuk assessment tersebut, dan ditujukan untuk menghasilkan informasi tentang tujuan pengajaran tertentu atau standar isi.
2)      Assesmen tertulis vs assesmen performa.
Sebagai guru, kadang kita ingin memilih assesmen tertulis (paper, pencil, assesmen), dimana kita menyajikan pertanyaan untuk dijawab, topic-tpoik untuk dibahas, atau masalah untuk dipecahkan, dan siswa harus menuliskan jawaban mereka dikertas. Kita mungkin juga menemukan kegunaan assesmen performa, dimana siswa mendemosnstrasikan (menampilakan kemampuan mereka misalnya, memberikan presentasi lisan, melompati papan loncat, atau mengidentifikasi asam basah dilabolatorium kimia).
3)      Assesmen tradisional vs assesmen otentik.
Secara historis sebagian besar instrument asesmen pendidikan berfokus kepada pengukuran, pengetahuan dan ketrampilan dasar secara relative terpisah dari tugas-tugas yang biasanya ditemukan di dunia luar. Kuis ejaan, soal cerita matematika, dan tes kebugaran fisik adalah contoh asesmen tradisional. Namun, pada ahirnya siswa harus mampu mentransfer pengetahuan dan kemampuan mereka ke tugas-tugas komplek di luar kelas. Gagasan asesmen otentik mengukur pengetahuan dan ketrampilan siswa dalam sebuah kontek kehidupan nyata.
Di beberapa situasi, asesmen otentik melibatkan kertas dan pensil. Misalnya, kita harus meminta siswa menulis sebuah surat kepada teman atau mengembangkan sebuah Koran sekolah. Namun di berbagai kasus, asesmen otentik didasarkan pada performa tak tertulis dan terintegrasi erat dengan pengajaran .misalnya, kita mungkin meminta siswa memanggang kue, bercakap-cakap dalam bahasa asing, atau memarkir mobil tepat pada posisinya. Sebagai guru, kita harus mempertimbangkan apa yang seharusnya mampu dilakukan para siswa ketika mereka bergabung dengan dunia orang dewasa dan praktek asesmen kita harus dalam batasan tertentu yang mencerminkan kehidupan yang nyata tersebut.
4)      Tes terstandarisasi vs Asesmen yang dikembangkan guru
Terkadang asesmen kelas mencakup tes yang dikembangkan oleh para ahli yang menyusun tes dan dipublikasikan untuk digunakan diberbagai sekolah. Tes-tes tersebut yang umumnya disebut tes terstandarisasi, dapat berguna dalam menilai prestasi umum dan tingkat kemampuan siswa. Namun ketika kita ingin menilai pembelajaran dan pencapaian siswa yang terkait dengan sasaran-sasaran pengajaran tertentu misalnya apakah siswa telah menguasai pembagian panjang atau dapat menerapkan apa yang baru saja mereka pelajari di pelajaran ilmu social. Kita biasanya akan menyusun instrument asesmen yang dikembangkan guru.
5)      Asesmen acuan kriteria vs asesmen acuan norma
Beberapa instrument asesmen dirancang untuk member tahu apa yang telah dan belum dicapai siswa relative terhadap standar atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, ini adalah asesmen acuan kriteria. Instrument asesmen lainnya mengindikasikan seberapa baik prestasi setiap siswa dibandingkan dengan performa teman-teman sebaya. Asesmen acuan norma akan member tahu kita seberapa baik siswa dibandingkan dengan orang lain yang berusia sama atau di tingkat yang sama.
Setiap asesmen apapun berpotensi memberitahu kita baik tentang apa yang telah dipelajari siswa maupun bagaimana prestasi mereka dibandingkan teman-temannya. Meskipun demikian, dalam kenyataannya pendidik yang berpengalaman cenderung menyusun dua jenis asesmen yang berbeda. Idealnya, berbagai pertanyaan dan tugas dalam asesmen acuan kriteria terikat erat dengan pengetahuan dan ketrampilan tertentu yang kita harap dimiliki siswa. Jika semua siswa telah menguasai pokok bahasan pada tingkat yang sama tentu besar sekali kemungkinan bahwa mereka semua akan memperoleh skor yang sama. Jika kita ingin tahu bagaimana siswa berbeda satu sama lain dan kita akan mengidentifikasi beberapa kondisi di dalamnya kita akan mengetahui hal tersebut kita harus memiliki suatu instrument untuk menghasilkan variabelitas dalam skor.

  
BAB III
STUDI KASUS

A.       Kasus
Bu Siti mengajar pelajaran matematika di sekolah dasar yang kemampuan maematikanya rendah. Dia baru saja mengambalikan setumpuk kertas tes yang telah dinilainya, dan diikuti dengan berdiskusi si dalam kelas. Bu Siti terkejut saat mengoreksi pekerjaan dari siswanya yang ternyata banyak yang mendapat nilai yang buruk. Kemudian bu Siti mengembalikanny lagi kepada para siswa, bu Siti menyuruh siswanya untuk mengerjakan setiap soal yang salah untuk untuk di kerjakan kembali saat di rumah dan bertanggung jawab untuk memeperbaikinya, bu Siti juga meminta agar hasil perbaikan di kembalikan lagi kepadanya dengan jawaban yang benar semua. Dan dia juga mengatakan kalau tes ini dikembalikan harus ada tandatangan dari orang tua baik ayah maupun ibu, kalau siswa tidak mengambalikan dengan tandatangan oragtua masing-masing, bu Siti akan menghubungoi orang tua tersebut.

B.     Analisis kasus
Dari kasus di atas ada satu hal yang di ketahui pasti oleh bu Siti adalah bahwa siswanya memilki performa yang buruk dalam tes matematika terakhir. Dari fakta ini, Dia berasumsi bahwa mereka belum menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang akan di nilai lewat tes tersebut.  Dari kasus ini sangat mustahil apakah komentar dari Bu Siti memotivasi para siswa untuk bekerja lebih keras dalam matematika. Meski demikian, dia tidak sedang meningkatkan motivasi intrinsic. Dengan berfokus pada nilai tes siswa dan paraf orang tua, dia lebih membantu mengembangkan tujuan performa dari pada tujuan penguasaan.
Menggunakan asesmen di kelas untuk meningkatkan pembelajaran dan prestasi
1.      Berilah ujian pendahuluan (pretest) formal atau informal untuk menetukan dari mana memulai pengajaran
2.      Pilih atau kembangkan instrumen pengajaran yang mencerminkan pengetahuan dan ketrampilan actual.
3.      Buatlah instrumen asesmen yang mencerminkan bagaimana guru menginginkan siswanya memikirkan dan memproses secara kognitif informasi ketika mereka belajar
4.      Gunakan tugas asesmen sebagai pengalaman dan daari dirinya

5.      Gunakan asesmen untuk memberi siswa umpan balik yang spesifik tentang apa yang telah dan belum mereka kuasai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar